Seperti dinas-dinas sebelumnya, aku selalu kedapatan flight pertama yaitu 06:15 WIB karena mengejar waktu untuk opening meeting terlebih dahulu. Seperti dinas-dinas sebelumnya juga, malam sebelumnya aku pesan taksi jam 03:00 WIB menuju Bandara Soekarno Hatta. Saat itu sudah pukul 03:00 WIB, aku sudah rapih dengan koper yang berisikan pakaian untuk 3 minggu di kota orang. Namun, tidak ada telepon masuk dari supir taksi yang sudah aku booking tadi malam. Aku berusaha tenang dan menelepon pihak taksi hingga lima belas menit kemudian akhirnya aku ditelepon oleh sang supir.
Tiba di Bandara pukul 05:30 WIB. Aku kaget! Orang-orang sudah berjejer panjang untuk proses pengamanan. Aku mengirimkan pesan kepada salah satu teman satu timku memberi kabar bahwa aku sudah tiba di bandara namun belum boarding karena masih mengantre. Aku permisi ke orang di depanku, namun mereka pun juga terburu-buru. Jam terus berputar, dan aku sudah berhasil dipastikan “aman”. Aku mencari counter untuk boarding. Lagi-lagi antre, dan aku bilang permisi lagi kepada orang di depanku. “Maaf, pesawat saya sebentar lagi take off.” Namun ketika tiba di barisan depan, sang petugas berkata maaf dan mengatakan kalau aku sudah tidak bisa boarding. Aku pun panas dingin, seketika membayangkan beli tiket pesawat sendiri untuk dinas. Oh, gak worth it banget dong. Pikirku. Mending buat jalan-jalan.
Aku pun dieskalasi ke petugas lainnya, berharap koperku bisa dibawa ke kabin pesawat. Karena sudah tidak fokus, aku menitipkan koperku ke sembarang orang yang sedang mengantre untuk boarding. “Pak, saya titip koper saya sebentar.” Ujarku kepada orang tak berwajah dan buru-buru menghampiri petugas. “Pak, koper saya isinya cuma baju aja, kok.” Ujarku. Namun tetap tiada ampun, aku disarankan untuk pesan pemberangkatan paling dekat. Seketika membayangkan pundi-pundi rupiah yang harus aku keluarkan dari ATM, aku pun jadi linglung. Lupa dimana tadi menitipkan koper.
Orang-orang di bandara terlihat berbayang dan rasanya mau pingsan. Berlebihan, sih. Tapi itulah yang aku rasakan saat itu. Aku mencari keberadaan koperku, ia teronggok seorang diri tanpa ada seorangpun yang menjaganya. Orang yang tadi aku mintai tolong, entah ada dimana. Aku tidak menyalahkannya. Aku menarik koperku dan berjalan ke luar. Aku menghubungi dua orang: Erika dan Mas Yoga. Mereka berdua adalah orang yang benar-benar paling bisa aku andalkan saat itu. Erika aku mintai tolong untuk memesankan tiket pesawat, sementara Mas Yoga aku minta untuk isikan pulsa. Memang ada-ada saja, saat itu aku tidak punya pulsa regular.
Satu juta lebih pun keluar dari ATMku. Saat itu tiket ke Kualanamu memang sedang mahal-mahalnya. Padahal maskapai yang aku pilih pun bukan maskapai terbaik. Hehe. Ya sudah deh, memang harus bersodakoh sepertinya. Aku take off pukul 13:00, tapi dari jam 07:00, aku sudah check in dan boarding, dan duduk manis di ruang tunggu menahan lapar karena takut ketinggalan lagi. Padahal jarak waktu sangat panjang. Semacam trauma J
Sebuah Kebetulan
Ketika berada di ruang tunggu, seorang Bapak datang dan duduk di sebelahku. Awalnya ia tidak bicara apa-apa, tapi tampaknya karena bosan Bapak itu pun mengajakku bicara. “Ke mana, Mba?”
“Ke Kualanamu, Pak. Bapak juga?”
“Oh, saya ke Palembang.” Jawabnya. “Pulang kampung, Mba?”
“Ah engga, Pak. Saya dinas.” Dan entah bagaimana bisa, aku pun jadi curhat dengan Bapak itu kalau aku baru saja ketinggalan pesawat, aku mengeluarkan uang untuk membeli tiket pesawat dan tidak diganti perusahaan karena merupakan kelalaianku, membuat si Bapak bertanya tempatku bekerja. “Oh saya pernah bertemu Auditor juga Mba dari perusahaan itu, pas saya mau ke Pekanbaru.”
Mendengar kata Pekanbaru, aku menjadi sangat excited. “Bulan apa, Pak?”
“Sekitar bulan Maret.”
Si Bapak memberitahukan ciri-cirinya, yang satu bertubuh tambun sementara yang satu lagi bertubuh tinggi memakai kaca mata. Dengan segera aku mengoprek-oprek foto-foto yang ada di galeri handphoneku. Aku membuka fotoku bersama team leaderku – Mbak Diza, Bang Jabbar, dan Mas Yoga. “Nah iya nih, saya ingat yang paling ingat yang pakai kaca mata. Karena orangnya pendiem banget. Kalo yang ini (menunjuk foto Bang Jabbar) ngomong terus.”
Kami pun jadi mengobrol ngalor ngidul dan tidak terasa pesawat si Bapak akan segara take off. Setelah si Bapak izin duluan, aku pun kembali menunggu seorang diri sembari menghubungi kawanku yang sudah di Sumatera, mencari tahu akomodasi untuk tiba di tempat tujuan.
Asam Lambung dan Air Mineral 15.000
Aku sudah bersatu dengan kursi pesawat, aku kencangkan sabuk pengaman dan terus berbesar hati untuk ikhlas. Sebelahku ada dua orang anak laki-laki tanggung yang berpakaian setengah preman, setengah supporter bola, setengah anak mama, serba nanggung. Suara mereak cempreng dan mengganggu, aku langsung memasang lagu menggunakan headset sambil mengendap-endap karena takut dikira memainkan handphone. Namun tetap saja masih belum tenang karena suara mereka cempreng sekali.
Badan pesawat sudah berpisah dari udara, sebuah perasaan yang sulit digambarkan ketika pesawat sudah di udara. Seperti mual dan ngambang, berdebar-debar namun mengasyikkan. Badan pesawat perlahan miring seiring bertambahnya ketinggian hingga ia pun stabil. Tabrakan sayap dengan awan terasa sangat kasar, membuatku menjadi mengantuk. Aku memejamkan mata, sebentar karena tidak bisa benar-benar pulas walaupun rasanya sangat mengantuk. Tiba-tiba perutku terasa seperti dilipat. Lidahku terasa asam dan kepalaku pusing. Asam lambung naik! Aku harus buang gas! Aku berkonsentrasi supaya bisa mentransfer gas yang ada di perutku ke dalam kursi pesawat namun sangat sulit, entah kenapa.
Aku butuh minum! Namun sedih, air minumku sudah habis. Kebetulan ada yang menawarkan air mineral dan pop mie, tanpa berpikir panjang aku pun beli air mineral. Aku diberikan air mineral berukuran 250ml. “Gak ada yang lebih besar, Mbak?” tanyaku. “Gak ada, Mbak.” Jawabnya dengan santun. “Berapa harganya?”
“15.000.” aku pun terbelalak. Mahal sekali sebotol air mineral ukuran 250ml setelah berada di udara. Namun aku sangat membutuhkannya, aku pun mengeluarkan uang sebesar 15.000 dan segera diminum dengan harapan bisa meringankan rasa tidak nyaman karena asam lambungku yang naik ini. Sekitar 5 menit berlalu, aku pun bisa mentransfer gas yang ada di perutku ke dalam pori-pori kursi pesawat. “Alhamdulillah~” walau jorok yaa. Hahaha!
Bandara Internasional Kualamamu – Lubuk Pakam
Pesawat landing. Aku belum menghubungi kedua orang tuaku kalau aku sebenarnya ketinggalan pesawat. Karena khawatir, mereka akan menangis tersedu-sedu membayangkan anak perempuan mereka yang belum pernah berpergian seorang diri harus mengalami berpergian seorang diri, ke Sumatera pulak. Setelah mendapatkan koperku, aku mengirimkan pesan singkat ke beberapa orang:
Mba Heni (team leader): Mba, aku udah di kno. Ketemu di Langsa, ya!
Erika (my savior): Erikaa!! Gw udah sampe di kualanamu. Mau irit batre, jadi gw non aktifin data.
Mas Yoga (my savior): Aku udah turun pesawat, Mas. Kamu udah otw Jakarta? (saat itu beliau sedang berada di kampung halaman)
Keluarga Bapak Achmad (grup keluarga): Yah, Bu, jangan panik ya. Aku ketinggalan pesawat. Tapi sekarang aku udah di Medan (padahal di Lubuk Pakam, tapi mereka pasti bingung). Data mau aku non aktifin, mau irit batre.
Karena sudah sering ke bandara ini, aku pun sudah tidak bingung harus kemana. Aku berjalan menuju konter untuk membeli tiket railink (kereta bandara) rute Bandara – Stasiun Medan. Aku masih punya waktu satu jam untuk berkeliling bandara, namun aku tidak mau kemana-mana karena takut ketinggalan kereta. Namun perutku keroncongan, aku membeli sepotong dada montok AW plus nasi dan colanya. Padahal aku tidak begitu suka dada, tapi karena saat itu sangat lapar aku pun memilih dada.
Ketika sedang makan, tiba-tiba seorang kakak dengan wajah sangat Timur, memakai baju merah menghampiriku. “Siang, Kak. Maaf mengganggu makannya.”
Aku jadi insecure dong. Takutnya mau dihipnotis. Haha! “Iya?” tanyaku dengan sebisa mungkin tidak menatap matanya dan terus mengingat Tuhan. Kalau diingat-ingat jadi lucu sih haha.
“Aku mau ke kota, naik yang mana ya?” tanyanya lagi.
“Oh, aku juga mau ke kota. Nanti ikut aku aja.”
“Oke, kakak. Terima kasih yaa..”
Setelah cukup yakin kalau si Kakak itu bukanlah orang yang mau menghipnotisku, kami pun jadi akrab dalam sekejap. Kereta sudah tiba, aku mengajak si Kakak untuk naik ke dalam. Seat kami jauh berbeda, namun sepengalamanku tidak begitu banyak yang naik kereta itu. Aku pun mengajaknya untuk duduk bersebelahan denganku.

Setelah berkenalan, si Kakak yang manis itu bernama Mesayu – seorang ibu beranak satu dari Pulau Rote. Pekerjaannya adalah baby sitter yang terdaftar di salah satu Yayasan di Jakarta. Ia memberitahuku kalau majikannya yang sekarang rumahnya di Medan dan ia dikontrak selama satu tahun.. Mengobrol dengannya tidaklah membosankan, ia cerita kalau ia memiliki sepupu yang sangat pandai berenang. Katanya juga, dari kampung halamannya pulau benua Australia itu kelihatan. Ya, aku gak tahu apakah ia berlebihan atau tidak. Tapi, aku sangat excited mendengarnya ditambah dengan aksen timur yang tidak luntur.
Medan & Langsa
Kami tiba di Stasiun Medan. Dan di tempat ini lah kami harus berpisah, kami tidak lupa bertukar kontak agar tetap bisa berkomunikasi. Kak Mesayu sudah dijemput majikannya, sementara aku bingung mau kemana. Sesuai arahan dari security di sana, aku diberikan dua opsi:
- Ke terminal, naik bus jurusan Banda Aceh
- Naik taksi, kemudian naik travel turun di Kualasimpang, Langsa
Tentu saja aku memilih untuk naik travel. Aku hanya khawatir, kalau naik bus jurusan Banda Aceh nanti aku bablas ke Banda Aceh. Hahaha! Tanpa berpikir lama, aku langsung menaiki taksi yang sudah mengantre di luar stasiun. Aku kedapatan taksi dengan supir yang sudah sepuh namun masih gagah. “Pak, antar saya ke pool travel ya. Saya mau ke Langsa.” Pintaku.
“Oke, Mbak.”
Wah, dipanggil Mbak. Yah ketauan deh bukan orang Sumatera. Padahal udah pakai logat Medan kali bahh. Aku sedikit diajak city tour sama si Bapak. Kami melewati kampong keling. “Ini namanya Kampong Keling, Mbak. Kampong itu artinya perkampungan. Keling itu artinya hitam. Jadi, dulu disini banyak orang india yang hitam-hitam. Sampai sekarang pun anak-anaknya hitam. Gak luntur itu pekatnya.” Aku ngakak mendengarnya.
Tiba-tiba telepon berdering. Dari Ibu. Di telepon, Ibu menangis bak serial telenovela. “Esmeralda, mengapa engkau bisa ketinggalan pesawat? Lalu bagaimana kamu sekarang ini Esmeralda, duhai anakku Esmeralda, malang nian kau nak..” hehe gak gitu juga sih. Pokoknya si Ibu menangis (wkwkwkwk).
Di pool pertama, tidak ada travel yang hendak berangkat ke Langsa. Di pool kedua pun sama. Aku mulai khawatir. Namun di pool ketiga, ada travel yang berangkat ke Langsa. Allhamdulillah.. aku memberi ongkos sebesar Rp40.000 kepada si Bapak karena taksinya tidak memakai argo.
Drama pun dimulai..
Dengan petantang petenteng, aku menghampiri si abang travel. Sebelum lanjut, aku mau memberitahu dulu kalau ekspektasiku sebelumnya travelnya itu mobil sedan. Namun celingak-celinguk tidak ada mobil sedan satu pun. “Bang, berapa harga travel ke Langsa?”
“75.000 kak.” Jawabnya.
Aku mengeluarkan uang dari tas debt collector-ku. Haha tas selempang yang nempel di perut gitu maksudnya wkwkwk. Aku berikan selembar seratus ribu, dan menunggu kembalian. Namun si Abang itu pura-pura saja. Cemananya. “Bang?” tanyaku. Namun si Abang itu malah nyengir-nyengir jahat. Culas kali Abang itu. Lah ini tulisannya kenapa jadi logat Medan bahh.
Ya sudah lah, ini di kota orang. Aku hanya seorang diri disini. Jadi main aman saja, aku relakan saja kembaliannya itu. Penasaran, aku bertanya dengan si Abang. “Bang, mobilnya mana Bang?”
“Itu Kak.” Jawabnya sambil menunjuk mobil yang mirip dengan Kol Setan yang ada di Sukabumi. Mobil Colt itu lho. Omaygad, dari pengalamanku sebelumnya, mobil macam ini mobil yang tidak punya rem. Aku merasa terancam.
Sambil menunggu penuhnya travel, aku terus saja berzikir kepada Tuhan agar tidak dihipnotis. Bukannya negative thinking, ya jaga-jaga saja karena kan memang sedang di kota orang. Namun sedemikian waktu berlalu dan hari sudah mendekati maghrib, tidak ada satu pun penumpang lain yang datang. Aku menanyai hal ini kepada si Abang, namun jawabannya menyebalkan. Aku dioper ke bus menuju Banda Aceh. Podo wae, dong. Padahal di awal si Abang bilang bakalan ada penumpang lain, namun ujung-ujungnya naik bus. Tahu begini, sedari awal aku ke terminal.
Tidak sampai disitu, aku dimintai ongkos lagi sebesar Rp20.000. Jadi total yang aku keluarkan untuk ke Langsa sebesar RP120.000. Setelah bus datang, aku mencari tempat duduk kosong yang sebelahnya adalah wanita. Aku memilih duduk di samping kakak yang tampak lebih tua dariku, ia memakai kerudung dan wajahnya sangat cantik. Iseng, aku bertanya. “Kak, harga tiketnya berapa?”
“80.000..” jawabnya.
Wah, aku benar-benar kecele. Tapi, sudahlah tidak apa-apa. Yang penting aku sampai Langsa. Pikirku saat itu.
Satu hal yang paling berkesan dengan Bus Aceh itu; pertama seat-nya sangat nyaman. Bila ada lubang sekali pun, tampaknya tidak terasa. Dapat selimut, dan untuk bagian kaki bisa dipanjangkan sehingga seperti tidur di kasur. Kedua adalah ada sitkom bergek. Film pendek bernuansa komedi yang sama sekali aku tidak mengerti bahasanya tapi sumpedeh lucu bingits. Kalian cari aja di youtube, ada lhoo!
Dan setelah menempuh perjalan kurang lebih 5 jam, tibalah aku di Kuala Simpang. Tentu saja aku bisa tepat tiba di Kuala Simpang karena pramudi dan kondekturnya aku cerewetin terus. Aku sudah duduk tepat di samping pramudi (tidak duduk di seat) setengah jam sebelum tiba. Wah, akhirnya aku tiba dengan selamat tanpa cacat sedikit pun. Sebuah prestasi yang tidak pernah disangka-sangka sebelumnya. Sejak peristiwa itu, Kartini yang anak rumahan jadi suka membolang menelusuri tempat yang belum pernah dipijaknya. Aku mengabari orang tua, Erika, dan Mas Yoga.
Kantor Cabang

Opening meeting jadi dilaksanakan esok harinya. Aku sangat senang melihat melihat orang-orang Aceh ini, logat bicara mereka pokoknya beda deh. Aku sulit untuk mendeskripsikannya. Namun, ada kejadian tidak mengenakkan hari itu juga. Ketika aku turun tangga, tidak ada angin tidak ada hujan aku terjatuh dari atas sampai bawah—jatuh duduk lho. Tidak sakit sih, tapi malu T_T karena saat itu orang-orang cabang sedang berkumpul. Aku diberitahu Odex—kawan kami di cabang, “dulunya, sebelum didiriin cabang disini tuh rawa-rawa Kar. Rawa-rawa buat tempat buang mayat orang-orang GAM. Nah, kejadian yang kamu alamin itu bisa jadi ya gara-gara itu.” Ujarnya. Yaa, wallahualam.. Keesokan harinya, aku tidak bisa bangun dengan mudah karena ‘bekas’ jatuhnya baru terasa.
Air Terjun Teroh-Teroh, Binjai
Ini adalah hari yang paling kami tunggu-tunggu. Aku bersama kawan satu timku—Mba Heni beserta tim dari Medan—Mba Diza dan Yuli memutuskan untuk jalan-jalan ke Air Terjun Teroh-Teroh atau orang biasa menyebutnya air terjun kaca karena terkenal dengan kejernihannya yang seperti kaca. Lokasinya ada di Langkat, Binjai. Tempat wisata ini direkomendasikan oleh Odex. Berangkatlah kami hari Minggu, kenapa tidak Sabtu? Karena Sabtu kami masuk looh kalau di cabang. Hehe.
Tepat pukul 08:00 WIB kami berangkat dari Langsa, kami disupiri oleh salah satu kawan kami juga di cabang, namun sayang aku lupa namanya L lalu kami berangkat dan janji ketemuan dengan Mba Diza dan Yuli di Cabang Binjai. Setelah bertemu, kami mulai ke daerah Langkat. Jalannya cukup rusak, banyak anak kecil yang berdiri di tengah memegangi kaleng untuk meminta sumbangan.

Di tengah jalan, kami dijegat oleh dua orang pemuda yang menaiki motor. Mereka menawarkan jasa untuk memberitahu jalan pintas supaya cepat tiba. Benar saja, tidak lama kami tiba di kawasan wisata. Tidak ada apa-apa, hanya ada plang kawasan wisata dan gubuk yang dipenuhi oleh pelampung. Dan kami ditawari paket untuk berenam sebesar Rp 300.000. Saat itu, kami diminta untuk tidak memakai sandal karena kami akan body rafting. Kami pun menyimpan sepatu kami di mobil dan mulai berganti pakaian. Dari 300.000 itu, kami mendapatkan pelampung dan satu orang tur guide. Kami diguide oleh seorang Bapak yang dipanggil Bapak Tua. Ternyata perjalanan sangat jauh, becek, dan licin!! Kami menembus hutan yang sangat sepi namun ramai suara jangkrik dan burung. Wah, benar-benar serasa bersatu dengan alam.





Di seperempat jalan, kami melihat Bapak Tua berjalan ke arah kuburan kecil seperti berdoa dan meminta izin kalau kami memasuki kawasan itu. Tiga perempat jalan, aku dan kawan-kawan serasa sudah tidak kuat karena kaki agak sakit terkena ranting-ranting dan duri ditambah jalanan yang licin dan naik turun. Tapi keindahan yang dijanjikan membuat kami menjadi kembali bersemangat dan… tibalah kami di Air Terjun Teroh-Teroh!!! Kami sangat bersyukur saat itu sedang sepi. Tanpa ba bi bu kami langsung nyebur saja karena takjub akan beningnya air. Kami tidak banyak mengabadikan momen karena handphone kami taro mobil. Kenapa gak bawa handphone? Karena kami mau body rafting. Setelah puas bermain di tempat pertama, Bapak Tua mengarahkan kami untuk terlentang di atas air dengan kaki yang menumpu pada pundak kawan satu sama lain. Aku yang paling ujung, didorong oleh Bapak Tua. Ketika ada air terjun kecil, kami pun berpencar.

Saat itu ada kejadian sedikit lucu. Aku pikir airnya cukup dalam, dengan percaya diri aku tarik napas dalam-dalam dan melompat. Ternyata sangat cetek!! Hanya selutut. Aku sudah stay cool saja, tapi ternyata ada Mba Diza yang melihat. Malu lah aku disana dibuatnya.

Body rafting adalah pengalaman pertamaku yang sangat tidak bisa terlupakan. Ketika itu aku seperti sedang bersantai di tengah hutan dengan beralas air. Langit siang itu pun tidak terasa panas karena tertutup pohon di sisi sungai. Sesekali air masuk ke dalam telinga membuatku terkejut. Sampai sekarang, aku masih ingat bagaimana rasanya. Tiba di satu titik, kami diharuskan untuk terjun. Awalnya aku takut karena aku tidak bisa berenang dan tingginya 3 meter serta kedalamannya dua meter. Berarti total 5 meter. Wah itu sih tinggi. Namun karena penasaran, rasa takut pun mengalahkan segalanya. Tahu tidak apa yang terjadi? Aku dibuat ketagihan!! Akhirnya aku mencobanya 2x. Tapi karena harus nanjak, aku memutuskan untuk kembali body rafting.

Keseruan tidak sampai di sana. Titik terakhir, kami tiba di air terjun yang lainnya. Disana, kami kembali bermain air tidak ada bosannya. Sampai hari sudah hampir sore dan Bapak Tua menyarankan kami naik ke atas. Perjalanan ke atas rasanya berdarah-darah, karena sudah sangat lelah dan kami digigiti pacet. Awalnya aku kira nyamuk atau terkena duri. Di seperempat jalan lagi sampai, ada seorang Bapak mengendarai motor. Aku dan Yuli yang sudah payah, tanpa kenal malu pun minta nebeng. Wkwkwkwk. Jadi kami Boti (bonceng tiga) Yuli di tengah. Setibanya di tempat kami beli tiket wisata, Yuli mendapati kakinya digigit pacet. Aku yang sok berani, mencoba untuk menenangkan Yuli. Namun ketika sadar ternyata aku pun digigiti Pacet, aku jadi penakut, lebih takut dari Yuli. Kami berdua teriak-teriak, seperti banci membuat warga sekitar me-notice kami. Setelah tahu kami digigiti pacet, mereka tertawa dan menolong mengambil pacet yang asik menyedot darah kami.

Tidak lama, Mba Diza dan Mba Heni tiba bersama Odex, Mas yang saya lupa namanya, dan Bapak Tua. Kami mandi dan berganti pakaian yang bersih. Setelah itu, kami kembali ke kota dan mampir di Kampong Kuliner Binjai. Kami makan seperti “binatang” sakinga kelaparannya dan tidak lupa foto—namanya juga perempuan hmm. Setelah itu, kami pun kembali ke cabang masing-masing. Menikmati indahnya pekerjaan yang menumpuk beserta persiapan closing meeting yang mendebarkan.

Terima kasih sudah membaca ^_^
Seru banget, Kar dinasnya. Walaupun di awal ada drama2 tapi jadi pembelajaran juga.
Iyaa tin.. Bener2 pengalaman pertama ke sumatera sendirian 😂
Aku tahu banget rasanya deg-degan di line boarding. Ah syukurnya waktu itu masih bisa masuk… tapi malu banget, begitu masuk, pintu pesawat ditutup. Rasanya kayak seluruh mata melototin, hihihi. Napas udah has hes hos gak jelas, karena lari dari gerbang boarding ke apron. Mana tentengannya banyak banget, gara-gara ketambahan koper yang rencananya masuk bagasi. Lagi lari-lari ke pesawat, HP pake ikutan loncat dari saku baju, jatuh, dan tercerai berai casingnya. Sungguh drama banget, abis itu kapok mepet-mepet ke bandara. mending gaje di bandara (tapi tetep misuh-misuh kalau delay).
😂😂😂😂 waah ada pengalaman lucu yaa di pesawat. Iyaa kak. Mending nunggu aja deh drpd ketinggalan, tekoorr
ketinggalan pesawat itu emang bikin nyesek, alhamdulillah belum pernah sik, cuma pernah salah jadwal beli tiket doank 😀
Hehe iya mas achi.. Bisa tuh buat ke bali hrsnya 😂 jangan smp ngalamin deh mas
Seru mbak ceritanya, tapi kaget sama cerita nitipin koper sama makhluk yg gak punya wajah 😱😱😱
Hehe itu kiasan mas deny.. Maksudnya aku gak kenal sm gak jelas sama siapa aku nitipinnya yg penting nitip 😂
Duh, ada mantanku di daerah situ #eh
Waaw mantan kak airin banyak. Tiap pulau jgn2 ada 😆
Jadi kopernya hilang nih waktu di bandara.
Seru ya tugas kerjaan, sekalian jalan2.
Alhamdulillah engga hilang 😊
aku tau rasanya dateng pas injurytime . tapi alhamdulillah ga pernah sampai ketinggalan pesawat heheheee
Alhamdulillah syukur yaa kak..
Komplit ya kak serunya….
Terima kasih kak tuty 🙂
Aku pernah juga hampir ketinggalan pesawat.. mana temen aku harus masukin bagasi.. akunya enggak karena aku memang cuma bawa ransel.. itu rasanya mau nangis.. untungnya pihak maskapai gercep akunya dikasih konter khusus jadi abis cek in langsung lari2 masuk tempat boarding
Ihh enak banget sihh bisa gitu. Aku mah tiada ampun. Ga ada alasan lagi naik pemberangkatam selanjutnya aja 😢 tp gpp sih gara2 itu jadi berani 😁
Kamu masih mending, cuma keluar Rp. 15.000 buat air mineral di pesawat. Saya kemarin di terminal IC bandara Soetta, sarapan bubur + teh manis hangat, keluar Rp. 55.000. Mendingan beli roti sekalian di minimarket bandara.
Punya asam lambung minumnya kola?Macam mana pula kau bah…
Weew kalo di kantin kantor paling cuma 15rb yaa 😂..
Wkwk kan udh ilang asam lambungnya mas
Nyesek banget emang kalau ketinggalan pesawat mana harus beli tiket sendiri. Aku mau lihat kuliner Binjai Mba, adakah lanjutan dari cerita ini?
Iyaa.. Sakitt. Tp terbayar krn keseruan di air terjun teroh2nya hehe.
Wahh engga mba 🙁 soalnya di kampong kuliner binjai itu aku cuma mampir buat makan siang yg terlambat. Aku staynya di Langsa 😊
Suka pengin deh kerja dinas2 gitu. Kayaknya seru heheh
Ada enaknya ada engga enaknya.. Hehe. Jalan2 jangan sambil kerja lebih syeruu 😂
Ketinggalan pesawat rasanya nyesss yah, harus ngeluarin dana dadakan yang ga sedikit.
Iyaa gitu.. Lumayan 😅
Aku pernah jg telat banget mau ketinggalan pesawat tinggal 1/2 jam lagi, tp langsung lapor petugas dan disarankan untuk ke counter check in khusus. Untung masih ke-angkut pesawat, tp ga tahunya tas yg harusnya di bagasi ga kebawa pesawat karena nametag nya lepas. Counter khusus hanya kasih tanda bagasi pake kertas dan tali gitu, dan ternyata lepas, itu tas tertinggal lah di JKT wkwkwk.
Btw aku jg pernah ini dr kualanamu arah Langsa sampai Lhokseumawe Aceh.. asik jg itu lintas sumatra..
hehehe..
Yaah terus gimana itu mbak dew? 😂😂 pasti kopernya kan barang2 yg dibutuhin..
Aku pun gitu, padahal pesawat take off nya mah masih lumayan lama cuma bagasi udh tutup (entahlah ga seperti biasanya) cepet banget.. Jdnya bhay semua2nya
Asik yaa mba. Wkt itu aku malem, dan was was jdnya aku cm nikmatin sitkom bergek 😂
Iya itu tas isi baju haha.. akhirnya diikutkan pesawat berikutnya. kebtulan waktu itu ke surabaya, aku udah sampe di sby jam 17.30, tas nya baru nyampe jam 2 pagi. hahaha.. nahan2 ga mandi deh wkwkwk..
Bisa yaa mba kayak gitu? Ga beli tiket lagi atau gimana tuh? 😯
Aduh surabaya kan panas yaaa wkwkwk
Iya bisa.. aku complain kok bagasi ga terbawa.. ternyata label bagasinya ilang.. jd itu tas ga ketauan harus terbang ke mana. hahaha.. aku telpon dan kasih ciri2nya. trus diikutkan pesawat berikutnya. sm bandara tujuan, diantarkan petugasnya ke hotel. tp prosesnya ya semulus itu sih.. nelponinnya ampe berapa kali ..di push teruss haha
Ooo kalo begitu ceritanya emang kelalaian dr pihak maskapainya siihh yaaa mbaa.
Tp teuteup yaa hrs dipush terus hmm
maksudnya prosesnya ga semulus itu..
jalan-jalan sambil kerja. idaman pokoknya
Hehe semoga dapat pekerjaan yg bisa sambil jalan2 ya kak
Aminn 😇
You need to go through hell before finally see the heaven yah, Mba Kar. Air terjun Teroh-Teroh nya heaven on earth banget 😍😍
Indeed, mbak mutii.. Ihh benerrr sangaatt!! Sayangnya aku ga bawa hp/kamera buat ngabadiinnya krn kn mau body rafting. Tp apalah pentingnya hp kalo bisa nikmatin karya Tuhan yg sangat kece itu tanpa sibuk jepret sana jepret sini 😊
Saya pernah sekali ketinggalan pesawat waktu di Halim, padahal jarak dari rumah ke Halim hanya sekitar 10 km. Sejak saat itu, saya selalu web check in sebelum flight.
Wah baru tau bisa web check in.. Sebenernya saya jg udh dicheck in -in sama temen satu tim. Masalahnya koper udh ga bisa masuk bagasi.. Jd yaah bhay semuanya
pernah juga ditinggalin pesawat hanya gara-gara salah liat jadwal berangkat.
Sayang sekali yaa
Aku mendingan dateng lebih awal dan nunggu daripada dateng di waktu mepet. Kalang kabutnya itu lho, serasa jantungan kalo dateng mepet.
Iya kak betul betul betul…
Bahkan 80 ribu Medan-Langsa pun terbilang mahal, mungkin itu bis yg bagus yah… Kalau 80 ribu sudah bisa sampai Lhokseumawe
Iya busnya bagus banget. Bahkan kata kawan di langsa ada bus yg lbh bagus dr bus yg aku taikin.
Seruuuuu…
Mungkin karena aku tdk mengalaminya, jadi kebagian baca pengalaman seru kamu.
Langsa itu kampung halaman bapakku..loh..
Setiap trip punya cerita sendiri ya ..sampai sampai bisa berkunjung ke air terjun…
Wahh kak ifa bapaknya asli sana yaa.. Seafoodnya mantepp kakk, maniss.
Iya kak betul sekali, makasi yaa udh baca 😊
Kartini, aku ngakak baca tulisanmu antara seru, deg-degan, seneng, dongkol, semua campur-aduk.
apalagi pas adegan nitip koper ke bapak tak berwajah 😀
😂😂 aslinya deg2an bin panik Lis…
Wah itu sih aku kacau banget gara2 ga bisa mikir jd sembarang aja nitip koper. Untung ga dibawa kabur tuh koper, mayan ada charger laptop 😂
kebayang sih pasti deg-degan tapi cara kamu nulis itu lho, bikin aku ketawa2 ngebayanginnya 😀 kereen!
haha iya yaa, untung kopernya selamat
Kalau cerita tentang pesawat, suka inget pertama kali traveling naik pesawat jadi ketawa-ketawa sendiri.. Malu rasanyaa.. hahha
Ada cerita apa di pengalaman ituu smp ketawa2 sendiri 😂
Ketinggalan pesawat itu rasanya gimana banget, ya. Apalagi kalo jalannya urusan dinas. Ya kalo bbrp jam berikutnya ada jadwal flight lagi. Kalo adanya besok? Hehehehe jangan sampe ngalamin, ah.
Aduhh ngeri banget kalo sampe adanya besok.. Seandainya bkn dinas pun (jalan2 gitu) kn sayang hotel dll yg udh dibooked..
Jangan mbaa tekoor 😂😂
Aduh ak berasa banget juga kalau asam lambung naik itu ga nyaman banget, apalagi d pesawat ya
Iyaa. Udh ga nyaman, trs kayak makin naik gitu gasnya. Jd ky kelipet perutnya sakit nian 😂 tp stlh dikeluarin gasnya langsung gak sakit
aku malah sellalu lbh awal dan bisa ampe keliling2 bandara window shoping. eh tapi seru juga ceritanya mbak bikin tegang aee.. tpi itu akan menjadi pelajaran kita yg amat berharga tuk kedepannya..mskh mbak
Hehe mihil ah mba belanja di bandara 😂
Hehe yoyoi tegang yhaa
Iyaa sami2 mbak ari..
Aduh ibu esmerdah… Kasian amat ketinggalan pesawat. Etdah itu bilang aj kentut pake dibilang transfer gas segala, huft.
Iya nih jose armando, kasian banget hiks..
Wkwk, yhaa biar sopan ceritanyaa
Wkwk armando. Ntar jadi ade armando lagi :P.
Demi kesan sopan kita jd terkesan muter2 yah tuk ngungkapin wkwk
Wah jangan ade armando dong 😂
Gpp, biar pusing 😂
ga ke tongkat?? cupu ahh… gue aja nyampe.. dan SENDIRIAN
Yaah bang akika kan peyempuan dan wkt itu pengalaman pertama.. Wkwk
Kalo sekarang sih udh jadi srikandi bolang jd berani kali lha yhaa 😂
Gw suka keder dah sama Kartini and Ning. Sekilas mirip kalian hehe…
Serem kalo denger yg namanya ketinggalan pesawat, kereta dll. Soalnya pernah dan ribet jadinya. Liburan jadi kurang enak aja.
Hehe gitu ya mas ben..
Iya ga enak mas. Pake bgt. Apalagi ini keperluan kantor, jd nyeseknya (waktu itu) dobel wkwk. Tp dg ilmu ikhlas semuanya rebesss
Lucu kali ceritamu hahaha. Buang gas di pesawat? Kasihan kali aku sama pori-pori jok pesawat 😀 😀 😀
Hahaha. Biarlah, dia gakan berani repetin aku ini 😄
Pengalaman yg asik dan menyenangkan dinas ke luar kota. Jd tau tempat wisata daerah asal ya
Iya kak arlin, betull
untung masi ada seat pesawat di hari itu yah.
https://helloinez.com
Untungnyaa. Itu jg dr soetta hampir mau ke halim gr2 ga nemu tiket. Tp ternyata msh ada fiuh
https://www.ekasiregar.com jadi kangen banget sama masa-masa kecil di binjai… keren mbak Kar, bisa membuat sebuah “kesialan” jadi kegembiraan
Oo om eka kecilnya di binjai?
Iyaa om, alhamdulillah gembira banget wkt ituu
Paling seru memang mendengar cerita sebuah perjalanan. Dan perjalanan ini penuh dengan cerita seru
Terima kasih kak sally..
Setiap kejadian, bukan soal materi yang dikeluarkan tetapi pengalaman yang di dapatkan. Terimakasih sudah sharing.
Terima kasih juga sudah membaca mas taumy..
Kak, aku bacanya jadi deg-degan. Buat pengalaman aja ya, jangan sampai terulang lagi ketinggalan pesawatnya.
Haha iyaa jangan dehh.. Capekk 😅
hmmm jangan coba coba mepet jikalau bukan naik Garuda ya nak..
Sebab kadang kursi dijualin dan ga bisa check in (diutamakan ceckh in online)
Hehe engga mepet sih kak.. Normal kayak biasanya, cm taksinya agak bingung nyari alamat dan gak biasanya bandara lagi penuh banget.
Yaa emang buat dijadikan pengalamann yg sheru
ini nih yg seru main air hehe
Iya kak dede main air emang seru apalagi kl airnya dingin hehe
Selutut banget yaa… padahal udah tarik nafas dalem2. hhe
Hehe iya kak titi. Gara2 itu kayak menurun gitu, jd arus agak deras ga keliatan deh kalo ternyata cetek 😅😂
ini bersakit sakit dahulu bersenang juga pada akhirnya…hahah
betul betul betul hehe
Mahal amaaaat 120ribu! Ih orang Medan itu harus dijudesin kak. Kalo enggak ya gitu dia, jadi semena-mena.
wow, ceritanya menarik kak. berasa ikutan ke air terjun teroh-teroh hihi
walau ada drama-drama di awal, yg penting endingnya happy ya 🙂
keep share kak!
ada keseruan di balik kesulitan yaah